Kelompok viii
Nama :Hikmawati
Nim : H311 11 290
BAB I
PENDAHULUAN
Pangan merupakan salah
satu kebutuhan pokok manusia, tanpa pangan manusia tidak akan mampu bertahan
hidup. Setiap manusia membutuhkan pangan dalam aktivitas sehari-hari, pengan dimanfaatkan
makhluk hidup sebagai sumber energi utama. Pangan berupa makanan pokok makhluk
hidup dapat bersumber dari makhluk hidup lainnya seperti hewan dan tumbuhan.
Salah
satu kendala dalam produksi suatu komoditas pangan adalah perkembagbiakan.
Dalam hal perkembangbiakan, terkadang dibutuhkan waktu yang lama dan lahan yang
luas untuk menghasilkan makhluk hidup tertentu, selain waktu dan lahan, masalah
selama perkembangbiakan terkadang organisme tertentu mengalami banyak
gangguan-gangguan misalnya tanaman di negara yang beriklim tropis dan lembab
adanya serangan organisme pengganggu tumbuhan (OPT) seperti serangga hama dan
patogen tumbuhan. Bahkan pada tanaman tertentu seperti padi, serangga hama
masih merupakan kendala utama dan menjadi masalah serius, misalnya wereng
coklat dan peng-gerek batang. Di negara tertentu se-perti Amerika Serikat (AS),
kerugian akibat kerusakan yang ditimbulkan serangga hama seperti penggerek
jagung dan penggerek buah kapas bisa mencapai jutaan dolar AS.
Selain
itu, masalah yang sering dihadapi dalamm penyediaan pangan diantararanya adalah
mutu pangan yang dihasilkan.terkadang mutu pangan yang dihasilkan tidak sesuai
dengan yang diharapakan.
Usaha
pengendalian yang biasa dilakukan adalah
menggunakan teknik yang tepat. Perbaikan sifat tanaman dan hewan dapat
dilakukan melalui modifikasi genetik baik dengan pemuliaan tanaman secara
konvensional maupun dengan bioteknologi khususnya teknologi rekayasa genetik.
Masalah-masalah
di atas dapat diatasi dengan teknologi
rekayasa genetik yang dapat dilakukan melalui
hewan dan tanaman transgenik. Rekayasa genetik mengembangkan secara terus
menerus dan memanfaatkan teknik isolasi dan transfer gen dari sifat yang
di-inginkan. Melalui rekayasa genetik sudah dihasilkan hewan dan tanaman transgenik
yang memiliki sifat baru yang dinginkan dan lebih baik seperti ketahanan
terhadap serangga hama atau peningkatan kualitas hasil.
BAB II
BIOTEKNOLOGI
DAN REKAYASA GENETIK
2.1 Rekayasa Genetika
Istilah teknologi DNA rekombinan atau rekayasa genetika
secara ringkas dapat diartikan sebagai teknik molekuler yang dengan tepat mampu
mengubah suatu molekul DNA, atau menggabungkan molekul DNA tertentu dari sumber
yang berbeda. Rekombinasi DNA dilakukan dengan enzim yang dapat melakukan
pemotongan dan penyambungan molekul DNA dengan tepat dan dapat diprediksi. DNA
rekombinan selanjutnya dimasukkan ke
dalam organisme sasaran melalui introduksi langsung (transformasi), melalui
virus, atau bakteri
(Suwanto,1998).
Rekayasa genetika yang disebut pencangkokan
gen atau rekombinasi DNA adalah cara manipulasi gen untuk menghasilkan makhluk
hidup baru dengan sifat yang diinginkan. Dalam rekayasa genetika digunakan DNA
untuk menggabungkan sifat makhluk hidup karena DNA dari setiap makhluk hidup
mempunyai struktur yang sama, sehingga dapat direkomendasikan. DNA akan
mengatur sifat makhluk hidup secara turun-temurun (Armansyah, 2014).
DNA rekombinan dikonstruksi dengan
menggabungkan materi genetika dari dua atau lebih sumber yang berbeda atau
melakukan perubahan secara terarah pada suatu materi genetika tertentu. Di alam, materi genetika melakukan
rekombinasi secara konstan. Berikut ini adalah beberapa contoh rekombinasi genetika
dari dua sumber atau lebih:
(i)
Rekombinasi
yang terjadi saat proses meiosis dalam
pembentukan garnet tanpa atau dengan terjadinya pindah silang,
(ii)
Saat
sperma dan ovum melebur pada proses fertilisasi,
(iii)
Saat
sel prokariot melakukan transaksi bahan genetika melalui konjugasi,
transformasi, atau transduksi. (Suwanto,1998).
Dalam rekayasa genetika, kita
memindahkan satu gen tunggal yang fungsinya sudah diketahui dengan jelas,
sedangkan pada umumnya yang dipindahkan berupa kumpulan gen. Dengan meningkatkan
ketepatan dan kepastian dalam manipulasi genetika, maka resiko untuk menghasilkan
organisme dengan sifat-sifat yang tidak diharapkan dapat diminimurnkan. Model
uji coba (trial-and-error) dapat dibuat menjadi lebih tepat melalui rekaasa
genetik (Suwanto,1998).
2.2 Pengertian Bioteknologi
Bioteknologi
telah menjadi simbol perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Tidak
diragukan lagi, negara-negara di dunia telah menyandarkan banyak harapan dari
bioteknologi. Meskipun begitu, kebanyakan dari kita tidak mengetahui definisi
bioteknologi. Apakah bioteknologi itu sebenarnya?
Berdasarkan
akar katanya, bioteknologi dibagi atas dua yakni, "bio" dan
"teknologi", maka akan diperoleh definisi sebagai berikut: Penggunaan
organisme atau sistem hidup untuk memecahkan suatu masalah atau untuk
menghasilkan produk yang bermanfaat (Suwanto,1998).
Dengan
definisi tersebut dapat dipahami bahwa bioteknologi bukanlah sesuatu yang baru.
Tanaman dan hewan telah didomestikasikan sekitar 10.000 tahun yang lalu. Selama
ribuan tahun penggunaan mikroba seperti khamir dan bakteri untuk membuat produk
berguna seperti roti, anggur, keju, yogurt, tempe, dan nata de coco. Jika
demikian, mengapa sering dikatakan bahwa bioteknologi merupakan terobosan revolusioner, padahal teknologi ini
sudah ada sejak peradaban manusia. Hal itu karena memanipulasi suatu organisme
untuk kepentingan kita bukanlah suatu hal yang baru. Yang baru adalah bagaimana
kita melakukan manipulasi tersebut (Suwanto,1998).
Selama
sekitar 45 tahun sejak Karl Ereky memperkenalkan istilah bioteknologi, istilah
ini telah dipakai dengan pengertian berbeda oleh pakar yang berbeda sehingga menimbulkan
kerancuan. Kerancuan ini berakhir pada 1961 ketika Carl Goren Heden
merekomendasikan agar nama suatu jumal saintifik untuk mempublikasi penelitian
dalam bidang mikrobiologi terapan dan fermentasi diubah dari Journal oj
Microbiological and Biochemical Engineering and Technology menjadi Biotechnology
and Bioengineering. Sejak saat itu, bioteknoloogi diartikan sebagai: "produksi
barang dan jasa menggunakan organisme, sistem, atau proses biologi". Oleh
karena itu penelitian bioteknologi sangat bergantung pada mikrobiologi,
biokimia, dan rekayasa kimia (Suwanto,1998).
2.3 Sejarah Bioteknologi
Bioteknologi secara sederhana sudah dikenal oleh manusia
sejak ribuan tahun yang lalu. Sebagai contoh, pembuatan bir, roti, maupun keju
yang dikenal sejak abad ke-19 di bidang teknologi pangan; pemuliaan tanaman
untuk menghasilkan varietas baru serta reproduksi hewan. Perubahan signifikan
terjadi setelah penemuan bioreaktor oleh Louis Pasteur (Defri, 2014).
Istilah bioteknologi
pertama kali dikemukakan oleh Karl Ereky, seorang insinyur Hongaria, pada tahun
1917 untuk mendeskripsikan produksi babi dalam skala besar dengan menggunakan
bit gula sebagai sumber pakannya. Sampai tahun 1970-an bioteknologi selalu berasosiasi
dengan rekayasa biokimia (biochemical engineering). Selama periode 1960-an sampai 1970-an, pengetahuan
tentang biologi sel dan molekuler telah sampai pada suatu titik yang
memungkinkan untuk memanipulasi suatu organisme di taraf seluler atau molekuler.
Pada taraf inilah bioteknologi mulai berkembang pesat. Pada 1961 Carl Goren
Heden merekomendasikan agar nama suatu jumal saintifik untuk mempublikasi
penelitian dalam bidang mikrobiologi terapan dan fennentasi diubah dari Journal
oj Microbiological and Biochemical Engineering and Technology menjadi Biotechnology
and Bioengineering. Sejak saat itu, bioteknoloogi diartikan sebagai: "produksi
barang dan jasa menggunakan organisme, sistem, atau proses biologi". Sekitar
akhir 1970-an bioteknologi telah menjadi suatu
disiplin tersendiri yang sudah mapan dengan prosedur khas untuk
mengembangkan berbagai produk komersial (Suwanto,1998).
Pada tahun 1999, Menteri Pertanian, Menteri Kehutanan dan
Perkebunan, Menteri Kesehatan, dan Menteri Negara Pangan dan Hortikultura
telah mengeluarkan keputusan bersama untuk mengatur keamanan pangan dan
hayati produk rekayasa genetika seperti tanaman transgenik. Keputusan tentang
"Keamanan Hayati dan Keamanan Pangan Produk Pertanian Hasil Rekayasa Genetika
Tanaman" No.998.I/Kpts/OT.210/9/99; 790.a/Kptrs-IX/1999;
1145A/MENKES/SKB/IX/199; 015A/Nmeneg PHOR/09/1999 tersebut mengatur dan
mengawasi keamanan hayati dan pangan. Di dalamnya diatur pemanfaatan produk
tanaman transgenik agar tidak merugikan, mengganggu, dan membahayakan kesehatan
manusia, keanekaragaman hayati, dan lingkungan (Winarno dan Agustina,
2007)
Pada tahun 1999, Indonesia pernah melakukan uji coba penanaman
kapas transgenik di Sulawesi
Selatan yang dilakukan oleh PT Monagro
Kimia dengan memanfaatkan benih kapas
transgenik Bt dari Monsanto. Suatu studi kelayakan finansial
terhadap kapas transgenik sempat dilakukan pada tahun 2001 di tiga kabupaten di Sulawesi Selatan, yaitu Bulukumba,Bantaeng, dan Gowa. Hasil
studi tersebut menunjukkan bahwa budidaya kapas transgenik lebih menguntungkan
secara finansial dibandingkan kapas nontransgenik
(Syam, 2010).
Pada tahun 2007, Badan
Penelitian dan Pengembangan Pertanian (Badan
Litbang) telah menargetkan Indonesia untuk memiliki padi dan jagung transgenik pada tahun 2010. Menurut
Dr. Ir. Sutrisno, Kepala Balai
Besar Penelitian Bioteknologi dan Sumberdaya Genetik Pertanian (BB-Biogen), Indonesia telah melakukan penelitian
di bidang rekayasa genetika tanaman yang seimbang dengan negara-negara ASEAN (Winarno dan Agustina, 2007).
2.4 Hubungan antara Bioteknologi dan Rekayasa
Genetika
Seiring
dengan perkembangan ilmu pengetahuan, para ahli telah mengembangkan
bioteknologi dengan memanfaatkan prinsip-prinsip ilmiah melalui penelitian.
Dalam bioteknologi modern orang berupaya dapat menghasilkan produk secara
efektif dan efisien. Dewasa ini, bioteknologi tidak hanya dimanfaatkan
dalam industri makanan tetapi telah mencakup berbagai bidang, seperti
rekayasa genetika, penanganan polusi, dan penciptaan sumber energi
(Armansyah, 2014).
Bioteknologi
erat kaitannya dengan rekayasa genetik, Rekayasa genetika yang
sering kali sinonim dengan teknologi DNA rekombinan merupakan tulang punggung dan
pemicu lahimya bioteknologi molekuler. Perkembangan bioteknologi berubah
drastis sejak ditemukannya teknologi DNA rekombinan. Perubahan ini sangat nyata
terutama dalam hal teknologi. Dengan adanya teknologi DNA rekombinan, maka optimasi
biotransformasi dalam suatu proses bioteknologi dapat diperoleh dengan lebih
terarah dan langsung (Suwanto,1998).
Teknologi DNA
rekombinan atau rekayasa genetika memungkinkan kita merancang bangun, bukan
hanya mengisolasi suatu galur yang sangat produktif. Sel prokariot atau eukariot
dapat digunakan sebagai "pabrik biologi" untuk memproduksi insulin,
interferon, honnon pertumbuhan, bahan anti virus, dan berbagai macam protein
lainnya. Teknologi DNA rekombinan juga memungkinkan produksi senyawa-senyawa
tertentu yang jumlahnya secara alami sangat sedikit sehingga tidak ekonomis
bila diekstrak langsung dari sumber alaminya. Sebagai contoh, indigo –
zat varna biru yang dipakai untuk mewarnai blue jeans – telah diproduksi
oleh Escherichia coli rekombinan sehingga dapat diperoleh indigo yang
relatif lebih ekonomis, selalu tersedia, dan dengan teknologi yang lebih ramah
Iingkungan (Suwanto,1998).
Tumbuhan dan hewan juga
dapat digunakan sebagai bioeaktor untuk menghasilkan produk baru atau produk
hasil modifikasi yang tidak mungkin diperoleh dengan seleksi mutagenesis atau
persilangan biasa. Akhimya, teknologi ini memungkinkan kita untuk menangani
penyakit-penyakit genetika melalui terapi gen, masalah pengobatan berbagai jenis
kanker, dan penyediaan vaksin DNA sebagai altematif masa depan (Suwanto,1998). Penggabungan antara
teknologi DNA rekombinan dengan bioteknologi melahirkan suatu bidang studi yang
sangat dinamis dan kompetitif yang disebut Bioteknologi Molekuler (Suwanto,1998).
BAB III
HEWAN DAN
TANAMAN TRANSGENIK
3.1 Pengertian Produk transgenik
Produk transgenik adalah tanaman
atau hewan yang telah disisipi atau memiliki gen asing dari spesies tanaman
yang berbeda atau makhluk hidup lainnya. Penggabungan gen asing ini bertujuan
untuk mendapatkan produk dengan sifat-sifat yang diinginkan, misalnya pembuatan
tanaman yang tahan suhu tinggi, suhu rendah, kekeringan, resisten terhadap
organisme penggangu tanaman, serta kuantitas dan kualitas yang
lebih tinggi dari produk alami (Maharani, 2013).
Melalui rekayasa genetik sudah dihasilkan
produk transgenik yang memiliki sifat baru seperti ketahanan terhadap serangga hama
atau herbisida atau peningkatan kualitas hasil. Tanaman transgenik tahan
serangga hama tersebut sudah banyak ditanam dan dipasarkan di berbagai negara. Sedangkan
di Indonesia, tanaman transgenik tahan serangga hama baru pada taraf penelitian
perakitannya
(Herman, 2002).
3.2 Teknik Transgenik
Dalam memproduksi produk transgenik
melibatkan beberapa tahap dalam teknik biologi molekuler dan seluler
diantaranya identifikasi, transfer gen, dan karakterisasi (Herman, 2002).
3.2.1 Identifikasi
Untuk membuat suatu tanaman transgenik,
pertama-tama dilakukan identifikasi atau pencarian gen yang akan menghasilkan
sifat tertentu (sifat yang diinginkan). Gen yang diinginkan dapat diambil dari
tanaman lain, hewan, cendawan, atau bakteri (Maharani,
2013).
Suatu sifat yang diinginkan harus dipilih dan
gen yang mengatur sifat tersebut harus diidentifikasi. Apabila gen yang
diinginkan belum tersedia, maka harus diisolasi dari organisme donor. Organisme
donor bisa berasal dari virus, bakteri, jamur, serangga atau hewan. Supaya gen
tersebut dapat berfungsi maka harus dimodifikasi secara molekuler, yaitu harus mengandung
daerah pengaturan (regulatory region), se-hingga dapat diekspresikan di
tanaman dengan tepat dan benar (Herman, 2002).
3.2.2 Transfer Gen
Setelah gen yang diinginkan didapat maka
dilakukan perbanyakan gen yang disebut dengan istilah kloning gen. Pada tahapan
kloning gen, DNA asing akan dimasukkan ke dalam vektor kloning (agen pembawa DNA),
contohnya plasmid (DNA yang digunakan untuk transfer gen). Kemudian, vektor
kloning akan dimasukkan ke dalam bakteri sehingga DNA dapat diperbanyak seiring
dengan perkembangbiakan bakteri tersebut. Apabila gen yang diinginkan telah
diperbanyak dalam jumlah yang cukup maka akan dilakukan transfer ke dalam sel
tumbuhan yang berasal dari bagian tertentu (Maharani,
2013).
Transfer gen ini dapat dilakukan dengan
beberapa metode, tergantung dari organisme yang akan dihasilkan dan yang
ditransferkan. Transfer gen pada hewan berbeda dengan pada tanaman.
3.2.2.1 Metode Transfer Gen pada hewan
Untuk mengubah DNA sel pada hewan dapat dilakukan melalui
banyak cara, misalnya melalui transplantasi inti, fusi sel, teknologi plasmid, dan rekombinasi DNA.
3.2.2.1.1 Transplantasi Inti
Transplantasi inti adalah pemindahan inti dari suatu sel
ke sel yang lain agar didapatkan individu baru dengan sifat sesuai dengan inti
yang diterimanya. Transplantasi inti pernah dilakukan terhadap sel katak. Inti
sel yang dipindahkan adalah inti dari sel-sel usus katak yang bersifat diploid.
Inti sel tersebut dimasukkan ke dalam ovum tanpa inti, sehingga terbentuk ovum
dengan inti diploid. Setelah diberi inti baru, ovum membelah secara mitosis berkali-kali
sehingga terbentuklah morula yang berkembang menjadi blastula. Blastula
tersebut selanjutnya dipotong-potong menjadi banyak sel dan diambil intinya.
Kemudian inti-inti tersebut dimasukkan ke dalam ovum tanpa inti yang lain. Pada
akhirnya terbentuk ovum berinti diploid dalam jumlah banyak. Masing-masing ovum
akan berkembang menjadi individu baru dengan sifat dan jenis kelamin yang sama (Armansyah, 2014)
3.2.2.1.2 Fusi Sel
Fusi sel adalah peleburan dua sel baik dari spesies yang sama maupun berbeda supaya terbentuk sel bastar atau hibridoma yang diawali oleh pelebaran membran dua sel serta diikuti oleh peleburan sitoplasma (plasmogami) dan inti sel (kariogami). Manfaat fusi sel, antara lain untuk pemetaan kromosom, membuat antibodi monoklonal, dan membentuk spesies baru. Di dalam fusi sel diperlukan : (Armansyah, 2014)
1.
sel sumber gen
(sumber sifat ideal)
2.
sel wadah (sel
yang mampu membelah cepat)
3.
fusigen
(zat-zat yang mempercepat fusi sel)
3.2.2.1.3 Teknologi Plasmid
Plasmid adalah lingkaran DNA kecil yang terdapat di dalam
sel bakteri atau ragi di luar kromosomnya. Sifat-sifat plasmid, yakni:
1.
merupakan
molekul DNA yang mengandung gen tertentu;
2.
dapat
beraplikasi diri;
3.
dapat
berpindah ke sel bakteri lain;
4.
sifat plasmid
pada keturunan bakteri sama dengan plasmid induk.
Karena
sifat-sifat tersebut di atas plasmid digunakan sebagai vektor atau pemindah gen
ke dalam sel target (Armansyah, 2014).
3.2.2.1.4 Rekombinasi DNA
Rekombinasi DNA adalah proses penggabungan DNA-DNA dari sumber yang berbeda. Tujuannya adalah untuk menyambungkan gen yang ada di dalamnya. Oleh karena itu, rekombinasi DNA disebut juga rekombinasi gen. Rekombinasi DNA dapat dilakukan karena alasan-alasan sebagai berikut. 1.Struktur DNA setiap spesies makhluk hidup sama. 2. DNA dapat disambungkan
3.2.2.2 Metode Transfer Gen pada Tanaman
Teknologi transfer gen dibedakan menjadi
dua, yaitu langsung dan tidak langsung. Contoh transfer gen secara langsung adalah
penembakan eksplan gen dengan gene gun atau divortex dengan silicon
carbide (karbid silikon) dan perlakuan pada protoplas tanaman dengan elektroporasi
atau dengan polyethylene glycol (PEG). Sedangkan transfer gen secara
tidak langsung adalah melalui vektor Agrobacterium (Herman, 2002).
3.2.2.2.1 Metode Transfer Gen secara langsung
3.2.2.2.1.1 Penembakan eksplan gen (particle
bombardment)
Teknik paling modern dalam transformasi
tanaman adalah penggunaan metode penembakan partikel atau gene gun yang dioperasikan
secara fisik dengan menembakkan partikel DNA-coated langsung ke sel atau
jaringan tanaman. Dengan cara demikian, partikel dan DNA yang ditambahkan menembus
dinding sel dan membran, kemudian DNA melarut dan tersebar dalam sel secara independen. Telah
didemonstrasikan bahwa teknik ini efektif untuk mentransfer gen pada bermacam-macam
eksplan. Penggunaan penembakan partikel membuka
peluang dan kemungkinan lebih mudah dalam memproduksi tanaman transgenik dari
berbagai spesies yang sebelumnya sukar ditransformasi dengan Agrobacterium,
khususnya tanaman monokotil seperti padi, jagung, dan turfgrass (Herman, 2002).
3.2.2.2.1.2 Karbid silikon
Metode
transfer gen lain yang kurang umum digunakan dalam transformasi tanaman tetapi telah
dilaporkan berhasil mentransformasi jagung dan turfgraas adalah
penggunaan karbit silikon. Suspensi sel tanaman yang akan ditransformasi dicampur
dengan serat karbid silikon dan DNA plasmid dari gen yang diinginkan dimasukkan
ke dalam tabung Eppendorf kemudian dilakukan pencampuran dan pemutaran
dengan vortex. Serat silicon carbide berfungsi sebagai jarum
injeksi mikro (microinjection) untuk memudahkan transfer DNA ke dalam
sel tanaman (Herman, 2002).
3.2.2.2.1.3 Elektroporasi
Metode transfer DNA yang umum digunakan pada
tanaman monokotil adalah elektroporasi dari protoplas, perlakuan poly-ethylene
glycol (PEG) pada protoplas dan kombinasi antara dua perlakuan tersebut. PEG
memudahkan presipitasi DNA dan membuat kontak lebih baik dengan protoplas, juga
melindungi DNA plasmid mengalami degradasi dari enzim nuclease. Sedangkan
elektroporasi dengan perlakuan listrik voltase tinggi menyebabkan permiabilitas
tinggi untuk sementara pada membran sel dengan membentuk pori-pori sehingga DNA
mudah penetrasi ke dalam protoplas. Integritas membran kembali membaik seperti
semula dalam beberapa detik sampai semenit setelah perlakuan listrik. Jagung
dan padi telah berhasil ditransformasi melalui elektroporasi dengan efisiensi
antara 0,1-1%. Kelemahan penggunaan protoplas sebagai explant untuk
transformasi adalah sulitnya regenerasi dari protoplas, dan ekstra komplikasi, serta
variasi somaklonal akibat panjangnya periode kultur (Herman, 2002).
3.2.2.2.2 Metode Transfer Gen secara tidak
langsung
Dari
banyak teknik transfer gen yang berkembang, teknik melalui media vektor Agrobacterium
tumefaciens paling sering digunakan untuk mentransformasi tanaman dikotil. A.
tumefaciens mampu mentransfer gen ke dalam genom tanaman melalui eksplan
baik yang berupa potongan daun (leaf discs) atau bagian lain dari
jaringan tanaman yang mempunyai potensi beregenerasi tinggi. Gen yang ditransfer terletak pada plasmid Ti
(tumor inducing). Segmen spesifik DNA plasmid Ti disebut DNA T (transfer
DNA) yang berpindah dari bakteri ke inti sel tanaman dan berintegrasi ke dalam genom
tanaman. Karena A. tumefaciens merupakan patogen tanaman maka Agrobacterium
sebagai vektor yang digunakan untuk transformasi tanaman adalah bakteri
dari jenis plasmid Ti yang dilucuti virulen-sinya (disarmed), sehingga
sel tanaman yang ditransformasi oleh Agrobacterium dan yang mampu
beregenerasi akan membentuk suatu tanaman sehat hasil rekayasa genetik. Tanaman
tersebut akan menurunkan DNA T yang disarmed dan gen asing (dari sifat
yang diinginkan) ke keturunannya (Herman, 2002).
Teknik
transformasi melalui media vektor Agrobacterium pada tanaman dikotil telah
berhasil tetapi sebaliknya tidak umum digunakan pada tanaman monokotil.
Meskipun demikian, beberapa peneliti melaporkan bahwa beberapa strain Agrobacterium
berhasil mentransformasi tanaman monokotil seperti jagung dan padi (Herman,
2002).
3.2.3 Karakterisasi
Setelah
proses transfer DNA selesai, produk transgenik perlu dikarakterisasi secara
molekuler untuk mengkonfirmasi integritas gen yang diintroduksi dan menentukan jumlah
kopinya di dalam genom produk. Produk tersebut juga perlu dikarakterisasi
secara biokimia untuk menentukan apakah gen tersebut berfungsi dengan benar. Setelah
tahapan biologi seluler dan molekuler dilalui, produk transgenik perlu
dikarakterisasi sifat yang diinginkan di laboratorium, lapangan dan rumah kaca
untuk mengkonfirmasi apakah sifat baru yang diinginkan tersebut dapat diturunkan
(Herman, 2002).
Salah satu bentuk karskterisasi adalah
dilakukan seleksi sel daun untuk mendapatkan sel yang berhasil disisipi gen
asing (Maharani, 2013). Teknik persilangan yang diikuti dengan proses
seleksi merupakan teknik yang paling banyak dipakai dalam inovasi perakitan
kultivar unggul baru (Carsono, 2008).
3.3 Contoh Produk Transgenik
3.4.1. Produk Pada Hewan
Hewan yang telah berhasil dikembangkan menjadi hewan transgenik adalah mencit sebagai hewan pioneer yang pertama kali dibuat. Saat ini telah dikembangkan ke tikus, kelinci, domba, sapi dan babi. Salah satu tujuan dilakukan manipulasi genetik adalah untuk menghasilkan hewan yang memiliki karakter yang diharapkan (breeding).
Para ilmuwan telah menggunakan teknologi
tersebut untuk mengembangkan
ternak transgenik misalnya sapi transgenik yang
mempunyai laju pertumbuhan yang tinggi dan
kualitas daging yang baik dan juga telah
menghasilkan domba transgenik yang mempunyai
bulu yang tebal dll.
Hewan transgenik dapat dijadikan andalan
sebagai hean yang potensial dalam memajukan dunia
peternakan. Berawal dari mencit sampai
pengembangan ke ternak-ternak seperti domba,
sapi, kelinci dan babi. Produksi sapi transgenik
sangat tergantung pada kualitas embrio satu sel yang
akan di injeksi. Bila embrio diperoleh secara in vivo
maka prosedur diawali dengan superovulasi ternak
donor (untuk mendapatkan banyak embrio), koleksi
zigot (embrio satu sel), mikro injeksi DNA pada
embrio, kultur embrio sampai fase blastosis,
ditransfer pada induk resipien dan diperoleh sapi
transgenik (Bondioli et.al., 1991).
Hewan transgenik merupakan satu alat riset
biologi yang potensial dan sangat menarik karena
menjadi model yang unik untuk mengungkap
fenomena biologi yang spesifik. Beberapa hewan
transgenik diproduksi untuk mempunyai sifat
ekonomis tertentu, misalnya untuk memproduksi
susu yang mengandung protein khusus manusia yang
dapat membantu dalam perawatan penyakit tertentu.
Hewan transgenik lainnya diproduksi sebagai model
penyakit (secara genetic hewan dimanipulasi untuk
menunjukkan gejala penyakit sehingga perawatan
dapat lebih efektif untuk dipelajari).
Kemampuan untuk mengintroduksi gen-gen
fungsional ke dalam hewan menjadi terobosan
berharga untuk memecahkan proses dan sistem
biologi yang kompleks. Transgenik mengatasi
kekurangan dari praktek pembiakan satwa secara
klasik yang membutuhkan waktu lama untuk
modifikasinya, dan dapat pula digunakan untuk
menghilangkan barrier/ keterbatasan lintas
taksonomik.
3.4.2 Produk Pada Tanaman
Beberapa contoh tanaman transgenik yang dikembangkan di dunia tertera pada tabel di bawah ini.
Jenis tanaman | Sifat yang telah dimodifikasi | Modifikasi | Foto |
---|---|---|---|
Padi | Mengandung provitamin A (beta-karotena) dalam jumlah tinggi.[15] | Gen dari tumbuhan narsis, jagung, dan bakteri Erwinia disisipkan pada kromosom padi.[15] | |
Jagung, kapas, kentang | Tahan (resisten) terhadap hama.[16] | Gen toksin Bt dari bakteri Bacillus thuringiensis ditransfer ke dalam tanaman.[15][16] | |
Tembakau | Tahan terhadap cuaca dingin.[15] | Gen untuk mengatur pertahanan pada cuaca dingin dari tanaman Arabidopsis thaliana atau dari sianobakteri (Anacyctis nidulans) dimasukkan ke tembakau.[15] | |
Tomat | Proses pelunakan tomat diperlambat sehingga tomat dapat disimpan lebih lama dan tidak cepat busuk.[17] | Gen khusus yang disebut antisenescens ditransfer ke dalam tomat untuk menghambat enzim poligalakturonase (enzim yang mempercepat kerusakan dinding sel tomat).[16] Selain menggunakan gen dari bakteri E. coli, tomat transgenik juga dibuat dengan memodifikasi gen yang telah dimiliknya secara alami.[17] | |
Kedelai | Mengandung asam oleat tinggi dan tahan terhadap herbisida glifosat.[15][18] Dengan demikian, ketika disemprot dengan herbisida tersebut, hanya gulma di sekitar kedelai yang akan mati. | Gen resisten herbisida dari bakteri Agrobacterium galur CP4 dimasukkan ke kedelai dan juga digunakan teknologi molekular untuk meningkatkan pembentukan asam oleat.[15][18] | |
Ubi jalar | Tahan terhadap penyakit tanaman yang disebabkan virus.[19] | Gen dari selubung virus tertentu ditransfer ke dalam ubi jalar dan dibantu dengan teknologi peredaman gen.[19] | |
Kanola | Menghasilkan minyak kanola yang mengandung asam laurat tinggi sehingga lebih menguntungkan untuk kesehatan dan secara ekonomi.[20] Selain itu, kanola transgenik yang disisipi gen penyandi vitamin E juga telah ditemukan.[16] | Gen FatB dari Umbellularia californica ditransfer ke dalam tanaman kanola untuk meningkatkan kandungan asam laurat.[20] | |
Pepaya | Resisten terhadap virus tertentu, contohnya Papaya ringspot virus (PRSV).[21] | Gen yang menyandikan selubung virus PRSV ditransfer ke dalam tanaman pepaya.[21] | |
Melon | Buah tidak cepat busuk.[22] | Gen baru dari bakteriofag T3 diambil untuk mengurangi pembentukan hormon etilen (hormon yang berperan dalam pematangan buah) di melon.[22] | |
Bit gula | Tahan terhadap herbisida glifosat dan glufosinat.[23] | Gen dari bakteri Agrobacterium galur CP4 dan cendawan Streptomyces viridochromogenes ditransfer ke dalam tanaman bit gula.[23] | |
Prem (plum) | Resisten terhadap infeksi virus cacar prem (plum pox virus).[24] | Gen selubung virus cacar prem ditransfer ke tanaman prem.[24] | |
Gandum | Resisten terhadap penyakit hawar yang disebabkan cendawan Fusarium.[25] | Gen penyandi enzim kitinase (pemecah dinding sel cendawan) dari jelai (barley) ditransfer ke tanaman gandum.[25] |
3.4 Dampak Produk
transgenik
Dengan adanya berbagai
penelitian serta perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, maka bioteknologi
makin besar manfaatnya untuk masa-masa yang akan datang. Namun di balik itu,
produk transgenik memiliki banyak dampak negatif.
3.3.1
Dampak Positif
Rekayasa transgenik dapat menghasilkan prodik
lebih banyak dari sumber yang lebih sedikit. Rekayasa tanaman dapat hidup dalam
kondisi lingkungan ekstrem akan memperluas daerah pertanian dan mengurangi
bahaya kelaparan. Makanan dapat direkayasa supaya lebih lezat dan menyehatkan (Maventa,
2012).
Peran transgenik dalam upaya
peningkatan kualitas komoditas tanaman adalah perakitan kultivar yang memiliki
kualitas tinggi seperti perbaikan terhadap warna, rasa, aroma, daya simpan, kandungan
protein, dll. Perbaikan kualitas juga berarti perbaikan ke arah preferensi
konsumen (market/ client). Karakter kualitas target pemuliaan, sebagai contoh
pada tanaman mangga adalah karakter diantaranya: daging buah tebal, rasa manis,
tekstur daging buah baik, kadar serat rendah, biji tipis, kulit buah tebal
dengan warna menarik serta memiliki daya simpan yang panjang (Carsono,
2008).
Peningkatan
produktivitas tanaman umumnya merupakan tujuan yang paling sering dilakukan transgenik
dalam merakit suatu kultivar. Hal ini karena peningkatan produktivitas
berpotensi menguntungkan secara ekonomi. Bagi petani, peningkatan produktivitas
diharapkan dapat menkonpensasi biaya produksi yang telah dikeluarkan.
Peningkatan produktivitas (daya hasil per satuan luas) diharapkan akan dapat
meningkatkan produksi secara nasional. Terlebih bahwa telah terjadinya pelandaian
peningkatan produktivitas beberapa komoditas tanaman, utamanya padi. Selain
kultivar hibrida, beberapa tipe kultivar padi lainnya adalah tipe tahan
terhadap hama wereng, rasa enak dan padi
tipe baru (new plant type) seperti kultivar Ciapus dan Gilirang (Carsono, 2008).
Kemampuan memindahkan gen dari satu organisme ke organisme lain tanpa batasan taksonomi memungkinkan
kita memanfaatkan sumber daya alam yang luar
biasa, yaitu keragaman hayati (biodiversity) (Suwanto,1998).
3.3.2 Dampak Negatif
Berbagai komoditas pertanian hasil rekayasa genetika telah
memberikan ancaman persaingan terhadap
komoditas serupa yang dihasilkan secara konvensional. Penggunaan tebu
transgenik mampu menghasilkan gula dengan derajad kemanisan jauh lebih tinggi
daripada gula dari tebu atau bit biasa (Maventa,
2012).
Riset dan pengembangan tanaman transgenik membutuhkan
biaya yang besar dan umumnya dilakukan oleh perusahaan-perusahaan swasta maupun pemerintah di negara maju.
Untuk mengembalikan biaya investasi perusahaan dan melindungi
produk hasil investasinya, tanaman transgenik yang telah diproduksi akan
dipatenkan. Di dalam salah satu laporan kerja Komisi Eropa,
disebutkan bahwa pemberlakuan paten pada produk transgenik dapat mengakibatkan
petani kehilangan kemampuan memproduksi benih secara mandiri dan harus membeli
pada produsen dari negara maju. Para petani khawatir bila
harga benih akan menjadi mahal karena pemberlakuan paten dan jika petani
tersebut tidak mampu membeli benih transgenik maka kesenjangan
ekonomi antara negara penghasil tanaman transgenik dan negara berkembang
sebagai konsumen akan semakin melebar. Di beberapa negara
bagian Brasil, pelarangan tanaman transgenik telah mengakibatkan
terjadinya penyelundupan benih transgenik oleh para petani di negara
tersebut. Mereka takut akan menderita kerugian ekonomi apabila tidak mampu
bersaing di pasar global (Suwanto,1998).
Potensi
toksisitas bahan pangan. Dengan terjadinya transfer genetik di dalam tubuh
organisme transgenik akan muncul bahan kimia baru yang berpotensi menimbulkan
pengaruh toksisitas pada bahan pangan. Sebagai contoh, transfer gen tertentu
dari ikan ke dalam tomat, yang tidak pernah berlangsung secara alami,
berpotensi menimbulkan risiko toksisitas yang membahayakan kesehatan. Potensi
menimbulkan penyakit/gangguan kesehatan, berpotensi menimbulkan penyakit baru
atau pun menjadi faktor pemicu bagi penyakit lain. Sebagai contoh, gen aad yang
terdapat di dalam kapas transgenik dapat berpindah ke bakteri penyebab kencing
nanah (GO) (Maventa, 2012).
Potensi erosi
plasma nutfah. Tidak hanya plasma nutfah tanaman, plasma nutfah hewan pun
mengalami ancaman erosi serupa. Sebagai contoh, dikembangkannya tanaman
transgenik yang mempunyai gen dengan efek pestisida, misalnya jagung Bt,
ternyata dapat menyebabkan kematian larva spesies kupu-kupu raja (Danaus
plexippus) sehingga dikhawatirkan akan menimbulkan gangguan keseimbangan
ekosistem akibat musnahnya plasma nutfah kupu-kupu tersebut. Potensi pergeseran
gen. Daun tanaman tomat transgenik yang resisten terhadap serangga Lepidoptera
setelah 10 tahun ternyata mempunyai akar yang dapat mematikan mikroorganisme
dan organisme tanah, misalnya cacing tanah (Maventa, 2012).
Potensi
pergeseran ekologi. Organisme transgenik dapat pula mengalami pergeseran
ekologi. Organisme yang pada mulanya tidak tahan terhadap suhu tinggi, asam
atau garam, serta tidak dapat memecah selulosa atau lignin, setelah direkayasa
berubah menjadi tahan terhadap faktor-faktor lingkungan tersebut (Maventa,
2012).
Dari segi
kesehatan, tanaman ini dianggap dapat menjadi alergen (senyawa yang
menimbulkan alergi) baru bagi manusia. Untuk menanggapi hal tersebut, para
peneliti menyatakan bahwa sebelum suatu tanaman transgenik diproduksi secara massal,
akan melakukan berbagai pengujian potensi alergi dan toksisitas untuk menjamin
agar produk tanaman tersebut aman untuk dikonsumsi. Kekhawatiran lain yang
timbul di masyarakat adalah kemungkinan gen asing pada tanaman transgenik dapat
berpindah ke tubuh manusia apabila dikonsumsi (Maventa,
2012).
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Berdasarkan
uraian pembahasan di atas maka dapat disimpulkan bahwa Peranan rekayasa
genetik terhadap perkembangan
bioteknologi dapat terlihat pada teknik transgenik.
Makhluk hidup transgenik adalah makhluk hidup yang telah disisipi atau memiliki gen asing dari spesies yang berbeda atau
makhluk hidup lainnya. Dalam
memproduksi produk transgenik melibatkan beberapa tahap dalam teknik biologi
molekuler dan seluler diantaranya identifikasi, transfer gen, dan
karakterisasi.
Teknik
transgenik memberikan banyak dampak positif bagi kehidupan manusia namun di
balik itu semua, teknik transgenik juga memiliki berbagai dampak negatif. Tentu
saja semua usaha itu dapat dilakukan dengan dampak yang minimal bila kita mau
belajar dari kearifan proses-proses biologi yang mendasari keragaman tersebut.
DAFTAR PUSTAKA
Armansyah, Wawang, 2014,
Bioteknologi Modern dalam Rekayasa Genetika, (Online), (http://www.biologisel.com/2013/03/bioteknologi-modern-dalam
-rekayasa.html) Diakses pada 15 Maret 2014 pukul 12.38 WITA.
Carsono, Nono, 2008, Peran
Pemuliaan Tanaman dalam Meningkatkan Produksi Pertanian di Indonesia, Journal on
Agricultural Sciences, 2(7):1-8.
Defri,
2014, Sejarah dan Perkembangan Boteknologi, (Online), (http://id.
shvoong. Com / exact - sciences / 195506 1- sejarah – dan - perkembangan -Bioteknologi/)
Diakses pada 15 Maret 2014 pukul 13.08 WITA.
Herman, Muhammad, 2002, Perakitan
Tanaman Tahan Serangga Hama melalui Teknik Rekayasa Genetik, Buletin AgroBio,
5(1):1-13.
Maharani, Ayu, 2013, Pembuatan Produk Transgenik, (Online),
(http://maharanyayu.blogspot.com/2013/02/tanaman-transgenik-adalah-tan
aman-yang.html) Diakses pada 15 Maret 2014 pukul 15.22 WITA.
Maventa,
2012, Keunggulan dan Kelemahan Tanaman dan Hewan
Transgenik, (Online), (http://varel.edublogs.org/2012/02/16/keunggulandankelemahan -tanaman-dan-hewan-transgenik/) Diakses pada 15 Maret 2014 pukul 10.43 WITA.
Suwanto, Antonius, 2008, Bioteknologi Molekuler: Mengoptimalkan
Manfaat Keanekaan Hayati Melalui Teknologi DNA Rekombinan, Jurnal Hayati, 5 (1): 25-28.
Syam,
Amiruddin, 2010, Analisis Kelayakan Finansial Usahatani Kapas Transgenik
di sulawesi Selatan, Balai Besar
Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian.
Winarno dan Agustina,W., 2007, Pengantar Bioteknologi, MBRIO Press,
ISBN 979-3098-58-9, Hal.131-139;182.
Lampiran.
Pertanyaan: (Irfa
Aprilianti)
1.
Dari
keempat teknik transfer gen yang dijelakann, yang mana yang paling baik
digunakan?
2.
Sebutkan
kelebihan dan kekurangan masing-masing teknik transfer gen!
Jawaban:
1.
Dari
keempat teknik transfer tersebut, tidak ada perbandingan yang baik atau buruk,
karena setiap teknik tersebut digunakan berdasarkan jenis organisme yang
digunakan. Misalkan Metode Transfer Gen secara langsung yaitu
Penembakan eksplan gen (particle bombardment)baik digunakan untuk tanaman
monokotil seperti padi, sedangkan Metode Transfer Gen secara tidak langsung
teknik melalui media vektor Agrobacterium tumefaciens paling sering
digunakan untuk mentransformasi tanaman dikotil, dan buruk untuk tanaman
monokotol.
2.
Kelebihan dan kekurangan masing-masing teknik:
Metode Transfer Gen pada hewan
a. Transplantasi Inti
Kelebihan :
Didapatkan individu baru dengan sifat dan jenis kelamin
yang sama serta lebih cepat dan banyak dari biasanya.
Kekurangan : Hasil
organisme yang didapatkan rentan terkena penyakit sehingga organisme tersebut
tidak dapat hidup bertahan lama.
b. Fusi Sel
Kelebihan : untuk pemetaan
kromosom, membuat antibodi monoklonal, dan membentuk spesies baru, sel gen yang
didapatkan mendekati sifat ideal sesuai dengan induknya, sel yang mampu
membelah cepat.
Kelemahan : Sel sumber
gen harus bersifat ideal membutuhkan wadah dan fusigen sehingga sulit
dalam identifikasi,
c.
Teknologi Plasmid
Kelebihan : Sifat plasmid
pada keturunan bakteri sama dengan plasmid induk. dapat beraplikasi diri dengan
cepat sehingga proses berlangsung cepat.
Kelemahan : Sifat palsmid
dapat berpindah ke sel bakteri lain, molekul DNA yang mengandung gen tertentu
sehingga sulit dikarakterisasi dan mudah terserang penyakit.
d. Rekombinasi DNA
Kelebihan : DNA dapat bersumber dari makhluk hidup
yang berbeda.
Kelemahan : Struktur DNA
setiap spesies makhluk hidup harus sama dan dapat disambungkan sehingga
kesulitan dalam proses identifikasi dan harus dilakukan dengan alat
berteknologi tinggi
Metode Transfer Gen pada Tanaman
a.
Penembakan eksplan gen (particle
bombardment)
Kelebihan : Partikel DNA-coated ditembakkan langsung ke sel atau
jaringan tanaman sehingg partikel dan DNA yang ditambahkan menembus dinding sel
dan membran, kemudian DNA melarut dan tersebar dalam sel secara independen. Telah
didemonstrasikan bahwa teknik ini efektif untuk mentransfer gen pada
bermacam-macam eksplan dan lebih mudah dalam memproduksi tanaman transgenik dari
berbagai spesies yang sebelumnya sukar ditransformasi dengan Agrobacterium.
Kelemahan :
Hanya dapat dilakukan pada tanaman monokotil dan sulit dilakukan pada tanaman
dikotil.
b.
Karbid silikon
Kelebihan : Serat
silicon carbide berfungsi sebagai jarum injeksi mikro (microinjection)
untuk memudahkan transfer DNA ke dalam sel tanaman.
Kelemahan :
harga yang lebih mahal.
c.
Elektroporasi
Kelebihan :
memudahkan presipitasi DNA dan membuat kontak lebih baik dengan protoplas,
melindungi DNA plasmid mengalami degradasi dari enzim nuclease. Elektroporasi
dengan perlakuan listrik voltase tinggi menyebabkan permiabilitas tinggi untuk
sementara pada membran sel dengan membentuk pori-pori sehingga DNA mudah
penetrasi ke dalam protoplas. Serta membutuhkan waktu yang singkat.
Kelemahan: Sulitnya
regenerasi dari protoplas, dan ekstra komplikasi, serta variasi somaklonal
akibat panjangnya periode kultur .
d.
Metode Transfer Gen secara tidak langsung
Kelebihan:
Dapat dilakukan pada semua bagian dari jaringan tanaman yang mempunyai potensi beregenerasi
tinggi, seperti daun. Tanaman tersebut
akan menurunkan DNA T yang disarmed dan gen asing (dari sifat yang
diinginkan) ke keturunannya. Baik untuk tanaman dikotil.
Kelemahan:
Tidak baik untuk tanaman monokotil. Membutuhkan media vektor.
Mohon maaf aku ingin tanya,
BalasHapusApa perbedaan rekayasa genetika dan bioteknologi...???
Rekayasa genetik merupakan salah satu bidang dari bioteknologi.
BalasHapusbioteknologi sendiri adalah teknologi yang berkembang dibidang makhluk hidup. bioteknologi bisa mencakup banyak bidang seperti bioteknologi, biokimia, mikrobiologi etc